Ads 468x60px

Pages

Subscribe:

feature content slider

Template Information

Contact online



Assalamu'alaikum wr wb
Selamat datang di MIQRA INDONESIA GROUP. Sumber Inspirasi, Motivasi, Ilmu dan Amal untuk ke-SUKSES-an hidup Anda di dunia akhirat.
Ayo Gabung Dengan Komunitas Pembaca MIQRA INDONESIA GROUP
Dapatkan Hadiah Ebook:
”ILMU MENJADI KAYA”

Setelah Anda bergabung dengan Mailing List MIQRA INDONESIA GROUP.


| ILMU MENJADI KAYA |

Test Footer

Your Ad Here

01 November 2008

Menapaki Jalan Kebahagiaan

Menapaki Jalan Kebahagiaan

Oleh: ARDA DINATA
DAPAT dipastikan setiap kita mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya. Sehingga pantas bila Syaikh Syarbashi pernah berkata, "Semua manusia yang hidup di dunia ini berlomba-lomba mencari kebahagiaan dan ingin bisa meraihnya walaupun dengan harga yang tinggi."

Kebahagiaan itu, ternyata di mata orang-orang bodoh dan pendusta adalah dianggap sebagai lafaz yang tidak berhakikat dan merupakan khayalan fatamorgana yang tiada nyata. Sungguh ini adalah sesuatu yang kontradiksi dengan kenyataan bahwa Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini penuh dengan kebaikan, kenikmatan dan keberkahan. Lebih-lebih Allah telah menurunkan Alquran sebagai petunjuk hidup manusia agar titak susah (baca: QS. Thaha: 2).


Kenyataan berfikir model itulah, sesungguhnya awal penyebab terjadinya kegagalan menggapai kebahagiaan hidup. Untuk itu, sangat tepat bila setiap kita melakukan kontemplasi terhadap sikap hidup yang telah kita lakukan selama ini. sebab, tanpa melakukan "penilaian" terhadap sikap hidup dirinya sendiri, maka jangan harap "kemulusan" kebahagiaan itu menghampiri kita.


Terkait dengan itu, seorang dokter Muslim, Tsabit Qurrah, memberikan perhatian melalui fatwa dan tipsnya yang dapat mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan. Beliau mengatakan, "Kenyamanan jasad adalah dengan sedikit makan; kenyamanan jiwa adalah dengan sedikit dosa; kenyamanan hati adalah dengan sedikit keinginan; dan kenyamanan lisan adalah dengan sedikit berbicara."


Secara demikian, yang membuat seseorang dapat menapaki jalan kebahagiaan itu, kuncinya ada dalam perilaku dan sikap hidupnya sendiri. Yakni berupa bagaimana keyakinan kita memperlakukan jasad, jiwa, hati, dan lisannya itu secara benar. Dan di sini, kata kuncinya ada pada sikap "sedikit" terhadap makan, dosa, keinginan, dan berbicara.


Pertama, kebahagiaan jasad dengan sedikit makan. Jasad ini seperti sebuah mesin dan bahan bakarnya adalah makanan. Artinya, kita hendaknya mempergunakan bahan bakar itu secara wajar, sebab jika berlebihan ia bisa lebih berbahaya daripada api. Begitu juga dengan jasad, bila tidak dikekang dari keinginan nafsunya, ia akan berbahaya bagi orang lain dan menghilangkan citra kemunisaannya. Hebatnya lagi, ia bisa lebih buas dari binatang yang cenderung membuat keonaran dan kerusakan.


Kedua, kebahagiaan jiwa dengan sedikit dosa. Hal ini dapat dipahami, sebab jiwa itu cenderung memerintahkan untuk berbuat jelek (ammarah bissu), maka jika ia terbebas dari ikatannya ia akan lari bergabung dengan setan. Dan konsekuensinya, ia akan berkolusi, korupsi, menipu, dan berbuat sewenang-wenang yang melapaui batas. Oleh karena itu, musuh paling berat manusia adalah hawa nafsunya sendiri. Bagi siapa yang menturutkan hawa nafsunya, ia akan celaka. Al-Busyiri berkata dalam sebuah syairnya, "Jiwa itu bagaikan anak kecil. Jika kamu memanjakannya, hingga tumbuh dewasa pun ia akan tetap menyusu kepada ibunya. Akan tetapi, jika kamu menyapihnya maka ia akan berhenti menyusu." Jadi, jauhilah hawa nafsu, dan berhati-hatilah untuk tidak memperturutkannya.


Ketiga, kebahagiaan hati dengan sedikit keinginan. Langkahnya yaitu dengan meminimalkan rasa duka, rasa takut, dan rasa resah. Hal ini didasari karena di dalam hati yang resah sesungguhnya akan terbuka pintu-pintu kelemahan dan ketidak menentuan. Dan kondisi seperti ini membuat hati dihadapkan pada dua pilihan pintu masuk, yaitu: pintu keresahan atau pintu keberkahan. Walau demikian, hanya dengan modal insting yang kuat dan berani ia akan mampu mempertahankan yang terbaik. Islam sendiri, dalam hal ini telah mengajarkan pada pemeluknya bagaimana cara memilih kebahagiaan dan ketenangan hati itu, seperti disebutkan dalam QS. Ar-Ra'd: 28, Orang-orang yang beriman dan hati mereka merasa tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.


Keempat, kebahagiaan lisan dengan sedikit berbicara. Alasanya, semakin sering seseorang berbicara (yang tidak berguna), semakin besar peluangnya orang tersebut akan tergelincir. Lisan yang terbiasa mengucapkan perkataan-perkataan yang tidak pantas akan membahayakan orang lain. Dalam hal ini, Ibn Abbas pernah berkata, "Ucapkanlah perkataan yang baik-baik, niscaya kamu akan beruntung. Jagalah perkataan-perkataan yang kotor, niscaya kamu akan selamat. Jika tidak, niscaya kamu akan menyesal kemudian."


Akhirnya, pastikan dalam menghadapi kehidupan ini, tubuh kita terjaga dari makanan yang berlebih-lebihan, jiwa terhindar dari perbuatan dosa, hati terjaga dari keinginan yang tidak terkendali, dan lisan terjaga dari perkataan yang kotor. Bila hal ini telah dilakukan, maka sesungguhnya kita telah menapaki dan menempuh jalan yang lurus lagi menjadi orang-orang yang berbahagia. Wallahu a'lam.***


Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com/.

08 September 2008

Membeli Surga

Oleh Arda Dinata
Email:
arda.dinata@gmail.com

Dalam hidup ini sejatinya identik dengan proses “jual-beli”. Satu kisah yang mengganbarkan proses jual-beli adalah ketika berlangsungnya baiat yang kedua antara orang-orang Madinah dengan Rasulullah. Waktu itu, di bukit Aqabah, beberapa bulan sebelum Nabi SAW melaksanakan hijrah ke Madinah, Abdullah bin Rawahah yang akan melakukan baiat kepada Rasulullah mengajukan pertanyaan, “Syarat apakah yang engkau tuntut dari aku untuk Tuhanmu, dan untuk dirimu sendiri?”

Rasulullah menjawab, “Syarat yang aku minta bagi Tuhanku adalah agar kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukan dengan suatu apapun. Sedangkan yang aku minta untuk diriku, hendaklah kamu melindungi aku sebagaimana kamu melindungi dirimu dan hartamu.”

Abdullah bin Rawahah kembali bertanya, “Imbalan apa yang akan kami peroleh bila kami melakukan itu semua?”

“Surga!” jawab Rasulullah singkat.

“Oh, itu jual beli yang menguntungkan, dan kami tidak mau membatalkan atau meminta untuk dibatalkan,” jawab hadirin bergembira.

Menurut tafsir Ibnu Katsir, dari peristiwa itu kemudian Allah menurunkan firman-Nya, yang artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang beriman, diri dan harta mereka, dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh, (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menempati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS At Taubah: 111).

Jadi, jika kita ingin “membeli kemenangan (surga)”, maka jangan lepaskan setiap transaksi kehidupan kita dengan Allah SWT. Apalagi di era pertarungan pemikiran, gagasan, ide, dan informasi dewasa ini, tentu sedikit banyak akan menggoda kebijakan jual beli perilaku hidup yang kita lakukan.

Di sini, Allah telah memberi isyarat pada kita agar waspada tentang tipu daya jual beli yang ditawarkan oleh orang-orang kafir. Allah berfirman, yang artinya: “Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah datar, yang disangka air oleh orang-orang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun.” (QS An Nuur: 39).

Untuk itu, kita harus sadar betul bahwa cobaan dan ujian seberat apa pun dalam hidup ini, harus dihadapi atas dasar beriman dengan sepenuh hati kepada Allah. Bila kita melakukan hal ini, Allah SWT berjanji dalam QS Fushshilat: 31, yang artinya: “Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.” Wallahu a’lam.

Arda Dinata, adalah praktisi kesehatan, pengusaha inspirasi, pembicara, trainer, dan motivator di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
E-mail:
arda.dinata@gmail.com
Hp. 081.320.476048.http://www.miqra.blogspot.com

Koalisi Hati Sebagai Tunas Perdamaian

Oleh: Arda Dinatahttp://ardaiq.blogspot.com

BERITA wafatnya Rasulullah Saw., menorehkan rasa kesedihan teramat berat bagi para sahabat, umat, dan keluarga tercinta. Atau siapa pun yang telah dengan setia dan sepenuh hati hidup bersamanya. Namun, apa yang dilakukan Umar bin Khatab berbeda dengan sahabat lainnya. Umar masih terus berbicara lantang pada orang-orang di sekitar masjid. “Barangsiapa mengatakan bahwa Nabi Muhammad telah mati akan berhadapan dengan pedangku ini! Rasulullah belum wafat! Ia sedang menghadap Allah, sebagaimana Nabi Musa selama empat puluh hari menemui Rabb-Nya!” teriaknya.

Mendengar suara Umar tersebut, Abu Bakar keluar dari bilik Rasulullah Saw. Beliau berkata, “Tunggu sebentar, wahai Umar!” panggilnya dengan nada tinggi. Namun, Umar bin Khatab tidak menggubris teguran sahabatnya. Ia terus berbicara lantang.

Lalu, Abu Bakar mengumpulkan orang-orang dan dengan lantang berpidato, “Wahai sekalian manusia. Barangsiapa menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah hidup dan tidak mati.” Selanjutnya, Abu Bakar membaca firman Allah dalam QS. Ali Imran: 144, yang artinya: “Muhammad itu tidak lain hanya seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun.”

Pokoknya, tersebarnya berita kematian Rasulullah itu memang menggemparkan kaumnya. Kaum Anshar mendatangi Sa’ad bin Ubadah, berkumpul di Saqifah Bani Saidah. Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah di rumah Fathimah. Sementara itu, kaum Muhajirin berkumpul di sekeliling Abu Bakar dan bersama Usaid bin Hudhair di daerah perkampungan Bani Asyhal.

Pada waktu itulah, ada seseorang menemui Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Ia mengatakan, “Kaum Anshar telah berkumpul dengan Sa’ad bin Ubadah di Saqifah Bani Saidah. Bila engkau berkepentingan dengan urusan mereka, segera temuilah orang-orang itu sebelum semuanya menjadi kacau,” katanya. Sejurus kemudian, Umar berkata kepada Abu Bakar, “Mari kita temui saudara kita kaum Anshar, agar kita bisa melihat apa yang mereka lakukan.”

Ketika Abu Bakar dan Umar tiba di Saqifah Bani Saidah, sebenarnya orang-orang kaum Anshar ini sudah meminta agar kaum Anshar dan Muhajirin mengangkat pemimpinnya masing-masing. Namun akhirnya, kemelut siapa yang menjadi pemimpin di antara dua golongan itu bisa diatasi dengan baik, setelah kedatangan Umar dan Abu Bakar.

Gagasan adanya dua pemimpin itu ditolak. Umar maju memegang tangan Abu Bakar, lantas membaiatnya. Tidak lama kemudian, para sahabat yang hadir pada saat itu secara bergantian membaiatnya. Dan keesokan harinya, orang-orang hadir di Masjid Nabawi dalam baiat umum untuk menyatakan kepada pemimpin mereka yang baru itu.

* *

SEPENGGAL kisah di atas, sesungguhnya telah menuntun kita agar mampu membiasakan diri membangun koalisi hati di tengah-tengah keberagaman umat, lagi penuh aneka warna kehidupan. Seperti tergambar dari kesigapan para sahabat senior itu yang mampu menyatukan aneka kepentingan dari kaum Anshar dan Muhajirin. Dan bisa jadi bila tidak segera diambil keputusan, tentu akan timbul perpecahan yang mendera umat Islam saat itu. Dalam arti lain, kondisi keterpautan hati kedua kepentingan golongan itu, sesungguhnya merupakan sebuah gambaran obsesi kemuliaan dan bagaimana cara memperturutinya. Inilah sesungguhnya sebuah kejujuran akan kedamaian.

Lebih jauh, bila kita tafakuri dalam relung hati yang paling tersembunyi sekali pun, akan ditemui jawaban kejujuran itu. Adakah yang lebih jujur dari hati nurani, ketika ia menyadarkan kita tanpa butiran kata-kata. Adakah yang lebih tajam dari mata hati, saat ia menghentak kita dari beragam kesalahan dan kehilafan ini. Singkatnya, sesungguhnya kondisi yang paling indah dari seluruh putaran kehidupan ini, tidak lain saat di mana kita mampu secara jujur dan tulus mendengar suara hati (keimanan).

Sehingga pantas Imam Turmudzi mengatakan, “Hidupnya hati karena iman dan kematiannya karena kekufuran. Sehatnya hati karena ketaatan dan sakitnya hati karena terus-menerus mengerjakan kemaksiatan. Kesadarannya hati karena dzikir dan tidurnya hati karena kelengahan.” Jadi, imanlah yang harus menjadi dasar dalam membangun koalisi hati ini. Lebih-lebih realitas kehidupan mengajarkan bahwa sesungguhnya hidup itu dibangun atas keberagaman dalam bingkai “kesatuan keimanan”.

Abu Hamid al-Ghazali mengungkapkan, iman adalah pembenaran dengan hati yang kuat, yang tidak ada keraguan padanya, hingga mencapai derajat yakin. Dan, antitesa iman adalah kufur yang merupakan pembangkangan, pengingkaran, dan pendustaan terhadap Rasulullah dan atas sesuatu yang beliau sampaikan. Sedangkan, iman adalah pembenaran seluruh yang beliau sampaikan dan bentuknya ini bersifat plural sesuai dengan pluralitas tingkat takwil bagi wujud ini.

Di sini, inti yang patut disandarkan dalam perilaku membangun kedamaian hidup adalah tafsir akan kesatuan iman itu tidak berarti kesatuan akan jalan dan perangkat serta teknis yang dipergunakan oleh seorang mukmin dalam menghasilkan keimanan. Aktualisasinya, berarti saat di mana kelompok mukmin dalam kehidupan berbangsa lebih memilih “warna tafsirnya” masing-masing. Maka sesungguhnya, bagi dirinya tidak bisa memungkiri atas kesatuan keimanan yang telah diyakininya. Artinya, ketika usaha mewujudkan kedamaian itu secara fisikal berbeda-beda warna dan ”susah untuk dipersatukan,” maka saat itulah jalan harapan satu-satunya adalah berupa mewujudkan terciptanya “koalisi hati” dalam mengambil keputusan untuk kepentingan umat.

* *

KOALISI hati, adalah kata yang indah dan memiliki kekuatan yang sungguh luar biasa, bila kita mampu mensinergikannya. Misal, seperti apa yang pernah terjadi di Madinah ketika meletakan bentuk masyarakat Islam pertama setelah hijrahnya kaum muslimin ke Madinah. Disanalah terbentuknya persaudaraan antar kaum mukmin sebagai tonggak pertama untuk menegakkan masyarakat baru. Yaitu dengan mempersatukan mereka ke dalam satu ikatan yang kokoh atas dasar rasa cinta dan kasih sayang, sehingga kaum Anshar (penduduk Madinah) terbuka hatinya dan merelakan rumah tempat tinggalnya dimanfaatkan untuk kepentingan saudara-saudaranya dari Makkah (Muhajirin) walaupun diantara mereka tidak ada hubungan rahim.

Pokoknya, atas dasar kecintaan terhadap saudaranya yang berdasar pada iman dan taqwa tersebut, maka kaum Anshar rela sepenuh hati untuk membantu segala keperluan kaum Muhajirin, sehingga akhirnya mereka bersatu dalam bangunan “masyarakat Islam”.
Jadi, adanya koalisi hati yang dibalut keimanan semacam itu adalah sesuatu yang penting untuk kita kedepankan. Lebih-lebih hal ini diperuntukan untuk kebaikan bersama. Tanpa ada koalisi hati, sesungguhnya tidak mungkin ada perdamaian dalam hidup manusia. Karena, bukankah perdamian itu sendiri merupakan fitrah dari hati manusia?

Sebenarnya, kekuatan koalisi hati tak hanya terletak pada fitrahnya semata-mata. Tapi, lebih dari itu, hati sendiri pada dasarnya merupakan tunas dari kekuatan kedamaian. Dr. Ahmad Faried, menggambarkan bahwa hubungan hati dengan organ-organ tubuh lainnya, laksana raja yang bertahta di atas singgasana yang dikelilingi para punggawanya. Seluruh anggota punggawa bergerak atas perintahnya. Dengan kata lain, bahwa hati itu adalah sebagai reaktor pengendali atau remote control sekaligus pemegang komando terdepan (utama). Oleh karena itu, semua anggota tubuh berada dibawah komando dan dominasinya. Di hati inilah anggota badan lainnya mengambil keteladanannya, dalam ketaatan atau penyimpangan.

Akhirnya, bisa kita bayangkan betapa luar biasanya bila kekuatan kaum mukmin di Indonesia saat ini mampu dipersatukan melalui “bangunan koalisi hati”? Maka tatanan kedamaian itu, tentu akan menjadi cerita indah tersendiri bagi penduduknya. Sehingga tidak berlebihan kalau untuk membangun koalisi hati sebagai tunas perdamaian itu, dibutuhkan keahlian dan kapasitas dari orang-orang yang tidak biasa-biasa saja. Dialah sosok manusia yang mampu merealisasikan “bahasa kejujuran” pada hati nurani, yang disirami dengan iman dan keyakinan penuh kepada Allah, sehingga darinya akan lahir mata air kedamaian yang tidak pernah kering. Pertanyaannya, mau tidak kita mewujudkannya? Wallahu a’lam. [Arda Dinata]. ***

Arda Dinata, adalah praktisi kesehatan, pengusaha inspirasi, pembicara, trainer, dan motivator di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
E-mail:
arda.dinata@gmail.com
Hp. 081.320.476048.http://www.miqra.blogspot.com

Janji dan Takaran Kehormatan Manusia

Oleh: Arda Dinatahttp://ardaiq.blogspot.com

ADA tiga orang pemuda berhasil menjambret uang ratusan juta dari seorang nasabah bank. Mereka lari dan bersembunyi ke hutan. Setelah beberapa hari bersembunyi, mereka kelaparan. Maka, mereka berunding untuk membagi uang hasil rampokannya. Mereka sepakat sebelum membagi uang tersebut, salah satu dari mereka pergi ke kota untuk mencari makanan dan minuman.

Setelah salah satu pergi ke kota, dua pemuda yang berada di persembunyian berpikir. “Seandainya uang ini dibagi dua saja, maka bagian kita akan lebih banyak.” Mereka sepakat, kalau temannya kembali dari kota dihabisi saja nyawanya.

Pemuda yang pergi ke kota, setelah makan dan kenyang, dalam hatinya terlintas pikiran, “Seandainya semua uang hasil rampokan tadi dimiliki sendiri, tidak usah dibagi tiga, aku akan kaya raya.” Maka ia berniat menghabisi nyawa kedua rekannya itu dengan mencampurkan racun warangan yang hampir tidak berbau ke dalam makanan.

Dengan tenangnya, ia kembali ke hutan. Ketika melongokkan kepala ke gubug tempat persembunyian, dari dalam disambut dengan pentungan oleh kedua rekannya. Sebentar kemudian ia jatuh dan tak bergerak lagi. Lalu, kedua pemuda itu menikmati makanan dan minuman yang dibawa oleh teman yang telah mereka bunuh, tak berapa lama keduanya pingsan dan tak sadarkan diri untuk selamanya.

Itulah kisah tragis sahabat karib yang saling ingkar janji (berkhianat) demi harta (hawa nafsu) dan ego pribadinya yang hanya sesat. Padahal, bagaimanapun perilaku ingkar janji itu akan berbuah “kesengsaraan, kecelakaan dan penderitaan” pada individu yang bersangkutan.

* *

DARI kisah di atas, ada satu hal yang patut dikontemplasi oleh kita. Kontemplasi berarti merenung atau berpikir secara mendalam dan mendasar. Yakni berkait dengan “janji manusia” dalam kehidupan sehari-hari. Bila janji telah terucap, maka realisasinya harus terjawab, dipenuhi dan diwujudkan dengan baik. Karena kalau janji itu terlenakan dan diabaikan (dusta belaka), maka seperti kisah di atas akan berujung pada kesengsaraan dan penderitaan yang tragis.

Keberadaan janji ini, memang akan selalu bersentuhan dengan kehidupan manusia. Apalagi, misalnya menjelang pemilihan umum (Pemilu), akan bertebaran janji-janji dari juru kampanye partai politik. Biasanya, untuk menarik simpati masyarakat pemilih, mereka “mengobral” janji-janji dengan embel-embel yang menggiurkan. Dan sering kali, tidak sedikit dari janji-janjinya itu hanya dusta belaka. Padahal, kalau kita mau jujur inilah sebenarnya salah satu penyebab keterpurukan bangsa ini.

Untuk itu, kita harus sadar. Seperti diakui dalam pandangan filsafat, di dunia ini ada hukum sebab akibat. Artinya setiap tindakan selalu mendapat ganjarannya. Setiap individu terikat pada hasil perbuatannya dalam hidup sekarang dan hidup yang akan datang. Demikian pula terhadap janji-janji yang kita ucapkan, bila diingkari akan terpulang pada diri kita.

Itulah sebabnya, mengapa Sayyid Mujtaba Musavi Lari mengungkapkan, jika lidah manusia telah teracuni oleh dusta, kotorannya akan tampak padanya. Dampak-dampaknya adalah seperti angin musim gugur yang menghembus daun-daun pepohonan. Dusta memadamkan cahaya eksistensi manusia dan menyalakan api khianat dalam dada. Dusta juga memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menghancurkan ikatan persatuan dan keharmonisan di antara manusia serta mengembangkan kemunafikan.

Sebenarnya, penyebab besar menyangkut kesesatan manusia ialah bersumber dari pernyataan-pernyataan batil dan kata-kata yang kosong. Di sini, tentu sangat berbahaya terutama bagi manusia yang memiliki niat jahat, karena dusta merupakan pintu terbuka untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya dengan menyembunyikan fakta-fakta dibalik kata-kata magisnya, dan kemudian menerkam orang-orang yang tidak berdosa dengan dusta-dusta yang beracun.

Dari sini, setiap kita hendaknya waspada terhadap janji-janji yang kita ucapkan. Sebab, kata Dr. Raymond Peach, dusta adalah senjata pertahanan terbaik dari orang yang lemah dan jalan tercepat untuk menghindari bahaya. Dalam banyak hal, dusta merupakan suatu reaksi terhadap kelemahan dan kegagalan. Jadi, bila seseorang ingkar janji (berdusta) berarti sesungguhnya ia adalah orang-orang yang lemah.

* *

JANJI jujur adalah salah satu sifat yang paling indah. Sebaliknya, janji dusta merupakan salah satu sifat yang paling buruk. Di sini, lidah berperan menerjemahkan perasaan-perasaan batin manusia keluar. Oleh karena itu, jika dusta itu berangkat dari dengki/benci, maka ia merupakan salah satu tanda yang berbahaya dari amarah. Dan jika dusta itu berangkat dari kebakhilan atau kebiasaan, maka sesungguhnya sifat ini berasal dari pengaruh-pengaruh nafsu manusia yang membara.

Al-Ghazali berkata, “Lidah adalah anugerah yang bermanfaat. Ia adalah makhluk yang lembut, dengan tidak menghiraukan ukurannya yang kecil ia melaksanakan tugas yang sangat penting ketika ia ingin taat dalam keadaan tidak taat. Baik kafir maupun beriman, terejawantahkan melalui lidah, dan ia adalah ibadah atau keingkaran yang penghabisan.”

Jadi, ketiadaan rasa tanggung jawab dan pelanggaran berbagai peraturan hanya akan mewujudkan kejahilan akan asas-asas kehidupan dan mengantar kepada kesengsaraan dan kerusakan. Tidak ada kesalahan yang lebih besar daripada pelecehan terhadap para anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, kita harus mencegah pelanggaran kewajiban individual yang dilakukan semata-mata untuk memenuhi nafsu-nafsu kita.

Menurut Buzarjumehr, pelanggaran sumpah (janji-Pen) menjauhkan martabat manusia. Artinya orang-orang yang menyelewengkan dirinya dari jalan yang benar dengan melanggar janji-janjinya, akan menanam benih-benih penolakan dan kebencian di dalam hati orang lain. Pada akhirnya, tindakan pelanggaran itu akan mempermalukannya, kemudian ia akan mencoba untuk menutupi berbagai tindakannya dengan macam-macam alasan dan kontradiksi, sehingga orang-orang yang mengetahui orang ini akan melihat bahwa ia adalah seorang munafik yang tersesat.

Akhirnya dapat dikatakan, kalau ingkar janji itu termasuk diantara unsur yang paling aktif dalam menciptakan perselisihan sosial dan melemahkan ikatan diantara manusia. Sehingga pemenuhan janji itu penting bagi seseorang yang ingin hidup bermasyarakat. Ia adalah landasan bagi kebahagian, perkembangan dan keberhasilan sosial. Jadi, dengan kata lain takaran kehormatan manusia dapat terukur dari seberapa besar ia mampu menepati janji-janjinya. Wallahu’alam.***

Arda Dinata, adalah praktisi kesehatan, pengusaha inspirasi, pembicara, trainer, dan motivator di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
E-mail:
arda.dinata@gmail.com
Hp. 081.320.476048.http://www.miqra.blogspot.com

Budaya Cinta Lingkungan

Oleh: ARDA DINATA 

SEMUA organisme memperoleh bahan-bahan dan energi untuk hidupnya dari alam lingkungannya. Begitu pula halnya dengan manusia. Ia mempergunakan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Terjadinya fenomena alam akhir-akhir ini, yang berakibat buruk terhadap manusia, sudah seharusnya membuat kita sadar untuk selalu memperlakukan alam lingkungan di sekitar kita secara bijak daan bersahabat. Saling menguntungkan antara lingkungan dan manusia. Dan bukan sebaliknya, kita justru merusak tatanan lingkungan hidup tersebut.

Lingkungan hidup itu sudah barang tentu merupakan kawan dan harus menjadi kawan. Antara kita dan alam lingkungan, satu sama lain harus saling memelihara, saling membutuhkan dan saling memberi. Sebab, antara kita dan alam lingkungan adalah satu dalam suatu kehidupan.

Apabila dalam masyarakat ada suatu gerakan untuk berupaya melestarikan hubungan harmonis antara manusia dan alam lingkungannya, maka gerakan itu harus kita sambut dan dukung. Karena gerakan tersebut adalah gerakan yang berusaha menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia, yang dengan akal dan pikirannya mengutamakan kepentingan bersama.

Pelestarian lingkungan merupakan kewajiban setiap manusia sebagai perwujudan manusia itu sendiri yang nyata dalam mengaplikasikan dirinya terhadap Sang Maha Pencipta, Allah Azza wa Jalla.. Lebih jauh, pemanfaatan sumber daya alam hendaknya selaras, seimbang, dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bertanggung jawab atas berlangsungnya hidup manusia serta makhluk hidup lainnya di alam ini. Itulah kesadaran kita terhadap lingkungan. Sadar terhadap lingkungan, berarti membangun dan melestarikan sumber daya alam menuju tegaknya budaya cinta lingkungan.

Di sini, perlu dicatat bahwa tanaman berhak untuk hidup dan tumbuh, tanah berhak untuk ‘bernapas’, ayam dan ternak (baca: hewan) berhak untuk berkembangbiak agar memperoleh kemuliaan dikala disembelih dan dimakan manusia. Mungkin Anda ingat, akan riwayat yang bercerita tentang Nabi Ibrahim as. Dia memimpin hak-hak binatang, batu dan kerikil, padi dan hutan? Oleh karenanya, kita pun harus menyempurnakan hak-hak memelihara tanah dan alam lingkungan ini. Karena, bukankah seorang khalifah itu harus memimpin tanah dan airnya?

Tanah dan air itu, akan menumbuhkan pepohonan yang rindang sebagai paru-paru dunia dan manusia hidup di dalamnya. Kita membayangkan pohon-pohon cemara menjulang tinggi melambai-lambai membagi cinta dan kasih sayang dengan manusia. Tidak ada suatu keindahan yang paling indah, selain keindahan di saat kita berkencan dengan keindahan alam. Itulah salah satu perwujudan dialog kita kepada Allah SWT. Wallahu’alam.***

Arda Dinata, adalah praktisi kesehatan, pengusaha inspirasi, pembicara, trainer, dan motivator di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
E-mail:
arda.dinata@gmail.com
Hp. 081.320.476048.http://www.miqra.blogspot.com

Belajarlah Kepada Air

Oleh: ARDA DINATA

Keberadaan belajar merupakan hal yang penting dalam menggapai kelangsungan hidup seseorang. Demikian pula halnya dengan fenomena terjadinya krisis air dewasa ini, tentu kita harus mampu melakukan kegiatan “belajar”. Sehingga kita tidak hanya mampu dalam bagaimana mengelola air itu secara baik dan bermanfaat. Lebih dari itu, kita harus menyadari kalau air merupakan cipataan Allah yang mesti “dibaca”, karena segala cipataan-Nya di bumi ini mengandung banyak pelajaran bagi manusia. Untuk itu marilah kita belajar kepada air dan tidak semata-mata cukup dengan memanfaatkannya saja.

Melalui karakter yang dimiliki air, mestinya tiap manusia yang menggunakannya akan sejalan dengan kepadaian dalam mengelolanya. Mengapa demikian? Paling tidak menurut Al-Faruqi (2002), hal itu didasarkan atas beberapa ibroh yang dimilikinya. Pertama, seperti air mengalir, manusiapun berjalanlah sesuai fitrahnya. Pada saat ada sandungan batu atau apa saja, air akan berputar dan apabila datang hambatan yang lebih besar lagi dia akan berkumpul dan bertambah banyak sehingga batu itu tenggelam dan terbawa arus olehnya. Begitu juga manusia pada saat datang rintangan carilah jalan keluar, tetapi apabila halangan jauh lebih besar maka kumpulkanlah kekuatan untuk mengancurkannya.

Kedua, semakin miring tempat air mengalir, maka semakin deras arusnya. Posisi sangat menentukan untuk menang atau kalahnya kebenaran atas kebatilan. Tambah tinggi posisi kita secara kualitas maupun kedudukan kita di mata Allah SWT dan manusia, maka akan semakin mudah kita untuk meluncurkan arus kebenaran untuk menang.

Ketiga, jumlah air yang besar apabila di-manage dengan benar akan mendatangkan kekuatan yang luar biasa. Manusia yang di-manage dengan bimbingan Ilahi pasti akan mendatangkan kekuatan bagi kedamaian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

Keempat, sesuai dengan sifatnya air dapat berubah wujud, walaupun dzatnya tetap air. Manusia dalam menjalankan hidupnya boleh jadi dalam bersiasah dapat berpenampilan berbagai peran tetapi harus tetap esensinya adalah wujudnya khilafah Allah SWT di bumi.

Kelima, mata air mengalirkan air yang suci bersih jauh menuju samudera, di jalan pasti banyak muatan yang ikut larut ke dalamnya dan apabila kita tidak ekstra hati-hati menjaga kesucian dan kebersihannya, maka sangat mungkin tidak hanya pasir serta tanah yang ikut larut. Tapi, kotoran dan racun pun sangat mungkin ikut di dalamnya. Untuk itu, kita mestilah menjaga kehidupan itu supaya senantiasa sesuai dengan sumbernya.

Akhirnya semoga kita mampu mengambil pelajaran dari realitas alam yang terjadi. Sepatutnya pula kita tidak hanya mampu menafsirkan atas fenomena terjadinya krisis air saat ini. Tapi, lebih dari itu kita mampu belajar kepada air dalam menapaki kehidupan ini agar berperilaku bijak pada alam. Wallahu’alam.***

Arda Dinata, adalah praktisi kesehatan, pengusaha inspirasi, pembicara, trainer, dan motivator di Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
E-mail:
arda.dinata@gmail.com
Hp. 081.320.476048.http://www.miqra.blogspot.com

Kasih Sayang Sebagai Rahim Manusia Beradab

Oleh: Arda Dinata
ILMU MENJADI KAYA

PADA suatu tempat bertanah subur, bersungai jernih, dan berlangit biru, tumbuh sebatang asam yang besar. Di sekelilingnya tanah menghijau oleh rumput dan ilalang. Menyadari kekokohan dirinya, pohon asam pun menegur ilalang. Dia kasihan melihat kelemahan ilalang. Angin semilir saja sudah membuatnya seperti kepayahan berayun kian ke mari. Dengan penuh kesadaran dan kekuatan dirinya, pohon asam mengajak ilalang dekat-dekat kepadanya, supaya angin tidak lagi mengancam.

Lucunya, ilalang tidak merasa terancam. Lagi pula, akarnya memang sudah tumbuh pada tempatnya berdiri. Karenanya dia berterima kasih kepada pohon asam seraya mencukupkan dirinya seperti apa adanya. Ilalang mengakui bahwa dia memang lemah. Namun, dalam kelemahannya itu angin semilir atau angin topan baginya jadi sama saja. Dia hanya akan menari. Akarnya jauh tertanam di dalam tanah sehingga akan tetap hidup, menjadi tanda kehadiran tanah tempatnya tumbuh.

Pohon asam tentu saja menjadi geli terhadap kenaifan ilalang. Sebuah ketidaknyamanan yang lirih mengusik pohon asam, dan pohon asam pun lantas menganggap bahwa itu kesombongan diam-diam yang menjengkelkan dari si ilalang yang harus dilenyapkan dengan pembuktian kekuatan dirinya.

Angin topan bertiup kencang. Dengan gagahnya pohon asam menghadang angin. Namun, kali ini topan terlalu besar. Sementara ilalang meliuk dengan luwesnya, pohon asam bergetar hebat dilanda angin. Akhirnya, pohon asam itu roboh dan mati. Ilalang menangis sedih disampingnya.

* *

DARI penggalan kisah fabel klasik La Fonteina tentang pohon asam dan ilalang itu, tentu ada makna kehidupan yang bisa kita renungi sebagai bahan membangun kehidupan yang toleran dan beradab. Munculnya rasa kasih sayang dari pohon asam terhadap ilalang adalah sesuatu yang sungguh luar biasa. Namun, sayang pohon asam membalut makna kasih sayang itu dengan ketidak ikhlasan dalam dirinya. Ego kesombongannya telah mengubur inspirasi kasih sayangnya.

Kasih sayang sudah seharusnya tidak didasari dengan label-label kesombongan. Karena kesombongan apa pun bentuknya, ia dengan sendirinya akan melumatkan segala potensi kasih sayang yang ditawarkannya.

Di sini, harus diakui kalau hidup itu didapat dari pemberian perhatian orang lain (orangtua, saudara, suami, isteri, kawan, dll.). Coba bayangkan, seandainya kita hidup saling mengabaikan, mengacuhkan, hidup sendiri dengan tidak saling memperhatikan. Apa yang akan terjadi?

Adalah mustahil kita hidup sendiri, karena itu menentang sunatullah. Hidup ini akan menjadi indah, bahagia, mengesankan, bermanfaat bagi kita sendiri atau orang lain bila kitanya saling membagi perhatian. Saling memperhatikan adalah gambaran akan adanya hubungan kasih sayang. Dan sebaliknya, kasih sayang bisa terbentuk karena kita saling memperhatikan.

* *

KASIH sayang, kata yang enak didengar, indah dan suci. Adanya didambakan oleh setiap orang. Kasih sayang merupakan rahim manusia beradab yang menentramkan. Kata rahim berasal dari akar yang sama dengan belai kasih, rasa sayang, rasa kasihan, kecenderungan untuk menahan, dan kecenderungan untuk membantu seseorang. Sifat rahmah juga merupakan sifat yang alamiah melekat pada diri seorang ibu (baca: sang pemilik rahim). Karena sifat rahmah sudah berpotensi melekat, menurut Miranda Risang Ayu, adalah tugas ilahiah seorang ibu yang wajar untuk menjadikan dirinya sumber kasih sayang yang menghidupkan bayinya, seperti halnya Allah menjadi sumber sifat kasih sayang yang sempurna bagi alam semesta beserta isinya.

Keberadaan kasih sayang ini tidak akan lahir, bila kita tidak melahirkannya. Yang jelas kasih sayang membutuhkan keterbukaan, pengertian, "pengorbanan", tanggung jawab, perhatian, dan lainnya. Dalam sekala keluarga misalnya, seorang anak terlahir dan terbentuk pada prinsipnya merupakan hasil curahan kasih sayang dari orangtuanya.

Miranda mengungkapkan, pada puncak kesadaran spiritual manusia, perempuan sesungguhnya adalah wajah peradaban. Pada peradaban (sang feminim), manusia adalah subjek aktif yang memproduksi nilai, membangun relasi organis, dan akhirnya, berpartisipasi dalam penciptaan struktur sosial. Sebaliknya, lelaki adalah wajah alam semesta. Pada alam semesta (sang maskulin), manusia adalah subjek yang secara sadar submisif terhadapnya, karena ia bergantung, dihidupi, dilindungi, dan disantuni. Kelangsungan habitatanya sebagai manusia pun amat bergantung pada kemurahan alam semesta.

Di sini, hukum perjalanan telah membuktikan bahwa peradaban yang tidak mengindahkan alam semesta adalah peradaban yang ingkar pada asalnya, dan menuju kepada kehancuran makna kehadirannya. Sementara alam semesta tanpa peradaban adalah stangnasi. Alam semesta tanpa peradaban tidak pernah ada. Ini adalah kehancuran maknawi yang sesungguhnya.

Sebaliknya, interaksi antara peradaban dan alam semesta yang bersifat posesif dan eksploitatif juga akan saling menghancurkan. Interaksi semacam itu akan menimbulkan kemarahan reaktif peradaban sekaligus kemarahan reaktif alam semesta. Kemarahan reaktif peradaban akan berupa tertawa tergelak di atas kerusakan dan ketidakseimbangan alam sampai napas manusianya putus di langit makna. Sementara kemarahan reaktif alam semesta berwujud bencana alam, kelangkaan sumber daya, dan guncangan regresif lain, menghancurkan peradaban manusia dalam diri semesta itu sendiri.

Untuk itu, patut dicatat apa yang diungkapkan W. Somerset Maugham bahwa “tragedi hidup yang terbesar adalah bukan binasanya manusia, melainkan hilangnya rasa cinta dalam diri manusia.” Yakni cinta yang dilandasi rasa kasih sayang. Dan kita tahu, cinta itu dapat langgeng manakala ia menyelimuti dirinya dengan pondasi kasih sayang yang ikhlas.

Jadi, kasih sayang yang benar-benar tulus, tidak dengan kesombongan, tentu akan melahirkan manusia beradab, yang benar-benar punya nilai bagi siapa pun. Karena ia dibangun bukan dengan kekerasan, nafsu keegoan dan berniat mengorbankan siapa pun. Sehingga pantas saja, seorang yang bijak pernah berkata “Tidak ada nilai apa pun yang lebih besar daripada nilai setiap manusia, sehingga demi nilai itu kita tak berhak untuk mengorbankan seorang manusia pun.” Inilah, barangkali makna kasih sayang sebagai rahim manusia beradab. Wallahu’alam. (Arda Dinata).***

06 September 2008

bisnis kecerdasan inspirasi

bisnis kecerdasan inspirasi
MENINGKATKAN KECERDASAN KERJA

Dari hasil penelitian, kecerdasan ganda sudah terdapat dalam diri masing-masing orang, namun karena tidak terasah sejak kecil, maka tidak semua jenis kecerdasan ganda dapat berkembang optimal. Hingga, tidak aneh bila kita temukan, bahwa seorang dewasa misalnya, ada saja yang memiliki kecerdasan verbal lebih buruk dibanding kecerdasan matematisnya. Atau kecerdasan spasial seseorang lebih baik dibanding kecerdasan musikalnya. Tentunya, seperti digambarkan pada tulisan-tulisan dalam edisi lalu, beragam kecerdasan ini kemudian dapat ditingkatkan melalui pelatihan.


-= Yudha Dewantoro & INSPIRASI =-: MENINGKATKAN KECERDASAN KERJA
Dari hasil penelitian, kecerdasan ganda sudah terdapat dalam diri masing-masing orang, ... penuhi dengan nama kontak bisnis, teman, kenalan, kerabat, ...yudhadewa.blogspot.com/2006/10/meningkatkan-kecerdasan-kerja_07.html - 24k - Tembolok - Halaman sejenis

SASAK.NET - Forum - Inspirasi - KIAT MENINGKATKAN KECERDASAN ...
26 Sep 2006 ... Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, ... memotivasi dan memberi inspirasi dan sebagainya. ...www.sasak.net/modules/newbb/viewtopic.php?topic_id=823 - 39k - Tembolok - Halaman sejenis

PC Media - Panduan Teknologi Penuh Inspirasi
Kecerdasan buatan juga telah digunakan dalam bidang bisnis, bahkan pada sebuah kompetisi trading fi nansial tahun 2001, robot bernama Bots ciptaan IBM telah ...www.pcmedia.co.id/detail.asp?Id=2030&Cid=22&Eid=53 - 42k - Tembolok - Halaman sejenis

Wedangan.com - Aktivitas Forum Wedangan
Menghadirkan tiga mentor bisnis yaitu Prie GS (di bidang mental), R.Y. Kristian Hardhianto .... Tema Inspirasi : Jurus Jitu Mengoptimalkan Kecerdasan Otak ...wedangan.com/mod.php?mod=userpage&menu=701&page_id=41 - 30k - Tembolok - Halaman sejenis

Keberkahan Finansial - Cara Mudah Mengelola Keuangan dan ...
Tidak punya penghasilan, karena tidak memiliki bisnis maupun pekerjaan, .... Orang-orang kaya, ternyata memiliki kecerdasan spiritual sesuai keyakinannya, ...keberkahanfinansial.com/ - 67k - Tembolok - Halaman sejenis

Inspirasi Pagi :: Backup Blog :: January :: 2007
SEPIA adalah akronim dari 5 kecerdasan utama manusia, yaitu kecerdasan ... in iga ada yang ga disengaja) nemu blog ini pas searching “inspirasi” di Google. ...khairulu.blogsome.com/2007/01/16/backup-blog/ - 36k - Tembolok - Halaman sejenis

(7) Memulai Bisnis Itu (Seharusnya) Gampang « Catatan Dari Madurejo
Dongeng Tentang Inspirasi Bisnis Membangun Visi .... Barangkali yang dimaksud adalah feeling dan kecerdasan bisnis yang semakin terasah. ...madurejo.wordpress.com/2007/12/13/memulai-bisnis-itu-seharusnya-gampang/ - 26k - Tembolok - Halaman sejenis

BukuKita.COM - 15 Rahasia Mengubah Kegagalan Menjadi Kesuksesan ...
Apakah nilai spiritual susah dijalankan di tengah bisnis yang keras? mau bisa ... Buku ini juga menampilkan kecerdasan spiritual sebagai senjata ampuh untuk ...www.bukukita.com/Inspirasi-dan-Spiritual/Entrepreneurship/52810-15-Rahasia-Mengubah-Kegagalan-Menjadi-Kes... - 84k - Tembolok - Halaman sejenis

Berita Hot - DISKUSI INSPIRATIF “CARA CERDAS BERBISNIS ...
DISKUSI INSPIRATIF “CARA CERDAS BERBISNIS” Mari Menjadi Otentik! ... puluhan tahun mendampingi bisnis mengatakan kecerdasan tersebut mutlak dilakukan karena ...rumahusaha.com/portal/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=64 - 26k - Tembolok - Halaman sejenis

Inspirasi Bisnis dari Handaru » Inspirasi Bisnis - Dedicated for ...
May 25, 2007 at 2:50 pm · Filed under Inspirasi Bisnis .... kecintaan lebah akan cahaya, kecerdasannya, itulah penyebab kematian lebah dalam eksperimen ini. ...

16 August 2008

How To Take Charge Of Your Feelings

Mastering Your Moods: How To Take Charge Of Your Feelings
John Ryder awakens feeling rested, refreshed, and sensing a calm vibrancy surging all through him. Hopping eagerly out of bed, he showers, dresses, and with a gleam and sparkle in his eye, goes downstairs to his kitchen and puts on some coffee.Still feeling a wonderful composure flowing through him, he goes outside to retrieve the morning paper. And, as he has his breakfast, he begins to peruse the front page.The recession is continuing, unemployment rates keep climbing, American job security reaching all time instability highs. He begins to feel tense, and agitated. "Why the hell does President Bush constantly send all those billions in aid to foreign countries when we need it right here!"His morning calm now begins to shift to feelings of aggravation and discontent. And, as he exits his home to drive to work, he feels the bitterness begin to dissipate. His easy, morning calm seems to be reestablishing.As he drives to work, he's cut off by a large cargo van. "Hey, you idiot, why don't you watch where you're going!" Now, feeling tense once again - almost vengeful - he's driving aggressively, trying to catch up to the "moron" to tell him off. But, traffic conditions won't allow for it.Arriving at work, he's still sort of emotionally jumbled from his commute. "Well, what the hell, I've gotta get started now," he thinks with a sense of rushed anticipation.At his desk he sees a large post-it note stuck to his phone. "John, see me right away -- before you do anything today! G.P." "Oh crap," he says. "What does my district manager want with me personally?" He now feels anxious and doubtful as he walks into G.P.'s office. And 40 minutes later he emerges; the anxious, nervous feeling he experienced before he went in is now replaced with sensations of frustration and resentment at having just been sucked into an assignment that should have been given to three individuals to share. "Man," he exhorts with futile dismay, "they keep lumping more and more on my back. I'm only one guy...what's going on here?"His intense mental/emotional pre-occupation with his new task workload makes him late for his 3:30 appointment with marketing. As he enters the conference room, he feels as if the others see him as a flake, a "screw-up," and irresponsible. "I had to complete some important calls," he says. And after his meeting, the cold shoulder treatment he receives makes him feel as if he's unliked, poorly thought of, and an outcast."Ah well," he muses, "looks like it's another one of those days."Leaving work and feeling relieved, he drives to his health club only to find the lot jammed, and cars lined up almost to the street, striving to grab the first available space. "Oh no, not again; DAMN IT!!"Finally inside and changed, he now finds he must rush through his workout so he can shower, change, and pick up Karen for his dinner date. "RUSH, RUSH, RUSH, RUSH, why can't it ever get easier?" And, as he finally picks up Karen, instead of feeling the loving warmth he wanted to, he feels a lingering, anxious, frustrated anger which has been taking him up and down, and up and down all day."Hi, honey," Karen says to him with an endearing smile. "How was your day?" Almost on fire, he projects a futile, almost dejected glare and says, "Are you just saying that to be nice, or do you really want to know?"

SOUND FAMILIAR?

I'm sure as you read through John's scenario, you could also relate to the emotional roller coaster he experienced throughout his day. Transcending from the soothing calm of awakening, to the angry frustration of being oppressed, put upon, and forced to wait (and all the feelings in between), it's as if your emotional state is constantly played havoc with by everything that goes on around you. Happy/ depressed, calm/tense, relaxed/angered, content/frustrated -- the cycle seemingly goes on day in and day out. "Well, I'm sick of this emotional roller coaster, these continual mood swings, but I feel like a victim of my environment. It's like I can't control it, so what can I do to stop this damn fluctuation?"So common is the preceding concern that many of my clients have asked me to devise a strategy they could implement to stop the constant ups and downs (and the debilitating energy drain it incites). Feeling an emotional slave to their environment, they wanted a way to sustain a "middle of the road" feeling and mood style, instead of regularly riding the emotional roller coaster. Not too high, not too low, but middle of the road stable. "Pete, what can I do?" they'd plead.

TAKING CHARGE OF YOUR EMOTIONS

Structuring The Framework Of Regular Stable ControlWhether my clients were athletes, business people, students, salespeople, managers, professionals, etc., everyone voiced this frustration with mood swing concerns. The strategy I developed for them moves away from trying to change or control what's experienced/going on outside of you. It deals strictly with establishing an appropriate, desired mood at the start of your day, and then re- activating/reinforcing it whenever you sense an unresourceful feeling shift, or your emotions fluctuating in an uncomfortable, negative direction.Through this repeated positive emotional reinforcement (directly in the face of negative mood swings), you come to condition a continuance of enriching feeling to fuel your efforts throughout your day!This process has worked magnificently for my clients, and now you can use it to eliminate the "roller coaster" and enjoy emotional stability. I encourage you to read through this entire mood swing restructuring process first, then apply it exactly as outlined.

POSITIVE MOOD INSTALLATION

Structuring The Propensity For Positive Feeling ConsistencyA.) Establishing Your Target State: Upon awakening in the morning, before you get out of bed, establish the specific feeling context you sense will most directly encourage the type of inner state and behavioral expression you'd continually desire -- the feeling context which would naturally promote actions leading to effectiveness, efficiency, and task performance excellence.Mentally explore several options here to establish the explicit feeling you sense would most demonstrably serve and enrich you. For example, you might consider:? Confidence? Enthusiasm? Absolute faith? Excitement? Success compulsion? Fierce determination? Triumph commitment? Positive expectancy? Tenacious drive to excel and demonstrate excellence? Take charge action toughness? Relaxed composure? Personal power? Joyfulness, etc.To help establish the singular feeling most appropriate/beneficial for you, first think of 4-6 things you'll have to do/situations you'll have to engage during your day. Then, considering the preceding type feeling states - and the things you'll be doing during your day - ask yourself, "If I feel X in this situation, what will be the consequences?"Consider several different feelings here (such as those listed), and you'll come to isolate the exact feeling which will continually serve you best! (Here, you might want to imaginatively play out mini-scenarios of yourself engaging each of the things/situations you'll have to do fueled by various different types of feelings. Through this process, you'll quickly, easily identify the specific feeling state most appropriate for you!)B.) Anchoring Your Target State: Once you've decided upon the specific desired feeling you sense most appropriate for you, then close your eyelids down, and recall the very last time you either reflected, generated, or embodied that explicit feeling.A specific memory will quickly emerge, and when it does, then:1. Make the picture brighter, clearer, and vividly distinct.2. Perceptually bring it closer and closer to you - so close it's as if it's rightin front of you, as if it's totally real, and your reality right then and there!3. Then, imaginatively step into the picture, and into your body. And,looking through your eyes and feeling through your heart:? See exactly what you see as the embodiment of this specific feeling? F-e-e-l exactly what you feel as the embodiment of this specific feeling? Think exactly what you think as the embodiment of this specific feeling? Project the exact same facial expression you do as the embodimentof this specific feeling? Physically sense exactly what you do in every part of your body asthe embodiment of this specific feeling? Breathe exactly the way you breathe as the embodiment of thisspecific feelingNext, as you're breathing and reflecting all the preceding factors connected with you being fueled by your target state, firmly pinch your right thumb and middle finger together. Then (holding your fingers firmly pinched), choose a word which to you embodies this explicit feeling state. For example, you might choose Force, Strength, Power, Yes, Mine, etc.Keeping your right thumb and middle finger firmly pinched, mentally exclaim your key word (feeling its meaning resonate within you) 5 consecutive times. Then, hold your fingers pinched for 15 more seconds, continuing to see, think, feel, physically sense, and breathe in the specific manner connected with your target feeling state.Then, very s-l-o-w-l-y unpinch your fingers, and allow yourself to grow progressively more relaxed with every breath you take.You've now structured a feeling activation anchor whereby firmly pinching your right thumb and middle finger, breathing as the embodiment of your target feeling state, and mentally exclaiming your key word activates the specific sensory framework inducing your desired feeling context!C.) Testing Your Target Feeling Anchor: After you take 6-8 relax breaths as specified above, next, to become aware of just how powerful and deeply rooted your capacity to incite your desired state is:1.) Pinch your right thumb and middle finger together firmly.2.) Breathe as your target state breathes.3.) Mentally exclaim your key word 3 consecutive times.You'll instantly experience your specific target feeling state unfold, and notably surge through you. Hold this post test anchor (keeping your fingers firmly pinched) for 10 more seconds here. Then again, s-l-o-w-l-y release your finger pinch, and focus on your "relax breath" breathing.[*This entire anchoring process should take 5-7 minutes to perform. Each time you perform it, you'll become more efficient in producing demonstrable emotional results.]D.) Applying Your Target Feeling Anchor To Eliminate Destructive Mood Swings: Now you're prepared to stop the "roller coaster" and enjoy an experience of greater emotional consistency throughout your day. Here's how to use your target anchor:

AS SOON AS you experience your mood start to negatively, unresourcefully swing/shift, immediately fire your target anchor (pinch your right thumb and middle finger together firmly, breathe as you do as the embodiment of your target state, and mentally exclaim your key word 3 consecutive times). Then hold your fingers pinched, and imaginatively project a scenario of yourself competently, effectively dealing with the situation (you're facing) fueled totally by your target state. (Hold this finger pinch/mental effectiveness projection for 5-7 seconds. You can close your eyelids down to help here, of course only if appropriate, i.e. not while driving or engaging an activity demanding your full attention!)Then, when you sense you're emotionally back on track, s-l-o-w-l-y unpinch your fingers, inhale deeply, and confidently proceed on.What you are literally doing here is re-conditioning tendencies toward emotional fluctuation with tendencies toward emotional stability. You are directing your feelings and structuring different stimulus/response connections in areas you'd have allowed the "roller coaster" to just run its course!The key here is as soon as you may experience your emotional state shift - for whatever reason - instantly employ your feeling regulation anchor-and keep yourself fueled, and sustained, by your enriching, resourceful feeling context.The more you implement this strategy, the more spontaneous, natural, and effective it becomes in moving you to generate and sustain positive emotional consistency. (I encourage you to engage this process each and every day until you're experiencing a continual degree of emotional smoothness throughout your day!)You can and should use this process in every facet of your life where you may experience the "roller coaster" starting to roll. For example:? In relationships? In business? Dealing with family? On the telephone? On the job? In the gym? Watching TV news? Reading the newspaperTake initiative to keep yourself positively emotionally consistent, and you'll forever end those uncomfortable roller coaster rides!

USE IT AND PROSPER

You've now got a powerful method to foster emotional consistency throughout your day. You must use this process for it to enrich you. But very shortly, you'll experience the rewards of feeling regularly positive which accompanying feeling as you truly want to -- all the time.Remember, from now on, when your mood may begin to shift, turn on and sustain positive power; you'll glide through your day easily and smoothly, and you'll just leave the roller coaster to rust and wither!By Pete Siegel

Internet Inspiration

Internet Inspiration! Brings you to your experience internet life blog

Providing maximum advantage of the software tools and web technologies at your hand. Just one click, now you can enjoy your life without much think about your mind

Dapatkan update RELENTLESS INSPIRATION lewat email - Get update of this blog ... Sejarah lahirnya “Relentless Inspiration”. It might inspire you as well.

Blog Details for Inspiration Optimization. ... Inspiration Optimization Optimize your Adsense, Google, Make Money, Hacks, Computer, etc.

Today, newly 5 days after Indonesia plans to restrict access to violent and pornographic sites on the Internet after the country's parliament passed a new law information, some web domain governance of direct Indonesia infiltrated by hacker refusing the authentication.Yeah, it's disappointment form from them after government officially will give just dubious to whom which transgress : "Beware of to You which often share information and or electronic document in form of words or picture, especially which content of impinge ethics. Don't be assumed is inconsequential, because its crime threat do not half the battle, serve a sentence 6 year jail or fine one million".There is equation between and pornography of drugs. Both of the same is generating of nation immorality and addiction, specially the rising generation. It is not strange, if/when governmental to nowadays mean eradicate. But, the question is : Can be? Effective how?Minister of Communication and Information, M. Nuh, sai...

30 July 2008

Theory for Success

The Motivation Theory for Success
Submitted by samlord

Looking for guaranteed success in life? You must trust the motivational theory. Learn this theory, trust it and apply it. You will definitely see a difference. There will be a positive energy development in you that would ultimately drive you to your destination. You will be more optimistic and happy to undertake your task. An enhancement of self esteem and confidence in you is also a result of following the motivational theory.

If you are serious about following the motivation theory in your life for achieving success, here are some important steps you must follow:
- Step 1: The driving force: vision
- Step 2: Define your goal: success
- Step 3: Action Steps: The plan.

Let us discuss the above mentioned steps in detail:

Step One:

- The driving force - Vision

Have you charged yourself up with self motivation? What is the force of motivation inside you? What makes you carry a task or play with full enthusiasm? What is the exact element that helps you to concentrate on a certain thing? Don’t get confused. If you want to know about your driving force, you need to sit quite, for a while, think deeply and answer some important questions. This will make you clear about certain forces that make you work towards your dream. Now, answer some of the questions given below:

- Are you really anxious about the idea of spending one whole day or full week at work in order to make efforts towards organizing a business meeting?

- Close your eyes and think about a great vacation you have recently had. How do you feel about it at present? Can you clearly recall vivid images of the water and sand in your mind?Now as you picturize all the pictures related to your vacation vividly, you are practicing the skill of visualization related to motivation theory.

Step Two
- Defining your goal of success

This step can be referred to as the detailed version of the step one. Here, you tend to experience with other senses and motivate yourself to define the goal. Here, the goal is the ‘vacation’. You should use all your senses in order to progress towards the success goal. Keep on defining your success goal.

Visualize your organization as the top manufacturer or producer of ABC products. Now, this will make you experience the excitement of being the top producer of ABC products. Now, as your senses start feeling the success make note of what you actually observe. Answer the following questions:

- What tasks are you involved in?

- What position have you acquired in your company?

- Do you own an office at the best location in the city?

- Do you see yourself sitting with the other board of directors of the company?

The whole process of answering the questions, visualizing as well as experiencing the achievement of goals will actually define your overall vision of success. Make a note of all that you fee, see, the location you are at, the attire you are wearing and other people’s reaction towards you. The more detailed is your version, the better you would be able to define your goal. For instance, if you want to be famous, you cannot reach your goal until you define being ‘famous’.

Step Three

- The plan of action and your steps towards it


Once you have your vision of what success is to you, you can start working towards your goal.

Success

Success is a Choice
Submitted by jkhbraveheart

Success is a Choice***

The freedom of choice, we all posses it and have the God given right to it.***

We have all heard the phrase Thoughts Become Things. Whatever it is that we want from life is always a thought first before it can become a reality.***

The one attribute that would make the difference in either success or failure in any given situation is the choice of changing our thoughts. For example let's use our financial positions. We need to get started on the right path of choosing our thoughts if we want to improve our financial situation. If we do not change our thinking we can never hope to reach our goal. What most of us fail to recognize is that we must first change our inner thoughts about our financial position, before the outward change will begin to happen?***

By making the decision to choose good healthy thoughts about money and finances, we are pointed in the right direction towards improvement. Too many times through our own failure to use this gift, we have been made slaves to the very thing we have wanted to avoid.***

We can easily think that we are in "bad times" and that is the way it is. True we can not control external conditions and situations, the only thing we can control are our thoughts. We have to know that it is up to us what thoughts we are going to choose. Soon you will begin to find that the conditions are not changing, we are. Prosperous thoughts will bring about prosperous results.***

There is nothing wrong with being thrifty but when we constantly have thoughts of lack by saying to ourselves "I can't afford it" over and over you will have gone through your life never being able to afford it. A better thought would be "I will buy it or I can afford that I just choose not to buy it right now". This way we are building the thoughts of expectancy and hope. It is very important not to ever destroy our hope. When hope is destroyed what is created is a life of difficulty and constant disappointment.***

Success in mastering our thoughts will take practice and conscious effort at first. When we choose good thoughts, ones that will assist us and not harm us, it will become effortless and a way of life. Dwell daily on thoughts and ideas that are uplifting. Invite all that is good into our lives. One mistake would be to merely wish and hope that success will find us. We have to be willing to take an outer action to attain the success. By doing so our confidence will soar as will our peace of mind and a sense of calmness will abound. Our life will be interesting and worthwhile.***

The most important thing in life is Life. We must care for it to the best of our ability. Choosing to be successful will afford us the quality of life that we desire. By selecting the correct thoughts we will create for ourselves the life that we truly want and deserve. Are you ready to turn failures into successes and fill your life with joy?***

There is no time like the present, it is totally up to us when we begin to journey on the road to success.***

"One's philosophy is not best expressed in words; it is expressed in the choices one makes. In the long run, we shape our lives and we shape ourselves. The process never ends until we die. And, the choices we make are ultimately our own responsibility." Eleanor Roosevelt***

Selling Yourself

Telling Your Story, Selling Yourself
Submitted by PDS

Effective storytelling is a crucial leadership trait and an essential tool that will help you reach your personal goals by bringing other people in to support you.

Just like any company or organisation worth its salt will have a marketing or communication department, you need to have a part of you that generates, controls, and promotes your personal brand in order for the story of what you’re all about to be told and sold. You need to quite deliberately position yourself and what you have to offer in the best light so your stake holders – your manager, people in your network, your family, etc. – are clear about what they can expect from you and its value to them. And although we are focusing on the telling of that personal brand story, it is critically important to remember that a major part of that story is about how you deliver on what the story promises.

So, what’s your story? Being clear about the answer to this question is a key success principle. You need to be able to describe yourself, your values, your experience, your skills, your uniqueness, your aims and how you intend to achieve them. And you need to relate these things through compelling stories that will help you and others to better understand you, and why you’re worth buying into.

Not only that, these stories are also an essential part of your wider marketing strategy, because good stories will be passed on from stakeholder to potential stakeholder, and from customer to potential customer, opening new avenues of opportunity for you.

Until the lions have their own historians, tales of the hunt shall always glorify the hunter. – African proverb

Learning how to tell your own story gives you control over how that story is told. By taking charge of your message, you can use it to effectively communicate your ideas and interests, and learn about what others might have to contribute to the ongoing work of developing yourself. The power of the story is a mighty tool – learn to use it wisely!

The One-Minute StoryThere you are, getting on the lift to the top floor of the building, and who should step in just before the doors close: the one person who can make an immediate, positive impact on your life – if they only knew it. So what are you going to say?

You have a captive audience for the minute or so it will take for the lift to reach the top floor, and a perfect opportunity to make your presentation without any distractions. You need a concise, appealing, and captivating script that tells your story and draws the listener’s interest. Do you have your story ready?

Speakers who talk about what life has taught them never fail to keep the attention of their listeners. – Dale Carnegie, sales pioneerWhat kind of stories do we need to tell to create this communication, this connection with the other person? The best storytellers begin by thinking about the needs of the listener. Focus on your audience, and not on your subject matter. You’ll always gain more dividends for your personal life business by being an authority on your audience than you will for being an authority on any given subject.Prepare for telling your story by first understanding who will be listening to it. Keep in mind the kinds of questions people will have in their head when deciding whether or not they want to do business with you. It might seem obvious, but it’s much harder to come up with the answers if you don’t know what the questions are going to be!To be a person is to have a story to tell. – Isak Dinesen, authorFive Tips For Expert StorytellingKeep It Brief. Keep whatever you have to say as short and simple as reasonably possible. While it’s not true to say that a short story is better than a long one, it is true that most people are more likely to be engaged by a compact story than one that is filled with superfluous information. If you have the opportunity to prepare a speech or presentation, it’s always best to write it out, and then go over it cutting out all of the extra words.Study Your Audience. It’s important to know what makes people tick. Find out about the things that interest young people and old people, men and women, willing people and lazy people – all of the people potentially in your audience. Running your leadership business effectively will inevitably involve communicating with a whole range of people, and in many cases, getting them to work together.Be Aware Of Body Talk. Actions speak louder than words, and effective non-verbal communication can make all the difference, whether you are telling your story to one person or one thousand people. The body language and gestures you use are vitally important. Make it your business to be aware of how you use these to add spice, consistency, and sincerity to your communication with others, and be sensitive as to how others use these non-verbal methods with you.Listen And Learn. Being a good listener will enhance your ability to build rapport and trust between yourself and the range of people you have to work with. It will make you more open to creative and productive solutions to problems and challenges, and it will minimise the possibility that you’ll make mistakes due to miscommunication.Practice, Practice, Practice. Take every opportunity you can to hone your communication skills by talking to people. Remember, making a presentation doesn’t always involve handouts and a PowerPoint display. Every time you explain something to someone, or seek to persuade a work colleague, a friend, or a family member to take a particular course of action, you are in effect making a presentation. Whenever you have the opportunity to do this – and if you pay attention, you’ll realise you’re making presentations all the time – think about the language (verbal and non-verbal), examples, and stories you use to illustrate your point.There is no agony like bearing an untold story inside of you. – Maya Angelou, authorFor more information about the art of storytelling go to: http://www.mylifeismybusiness.co.uk

19 July 2008

I Think I Can. I Think I Can. Can I?

by: Michele Wahlder

I think I can. I think I can. Can I?

Your mental train ticket to self-empowerment We all find ourselves at certain points in our lives holding first class tickets to negative mental trains of thought. Michele Wahlder (MS, LPC, PCC), a two-time cancer survivor and Dallas, Texas-based Certified Life Coach and Psychotherapist, has placed thousands of people on the right track to self-empowerment via a plan she calls the 5 C Process. The journey challenges individuals to:

One

Clarify Current View – Where are you now- honestly?

Conscious awareness of your current view is the first step in becoming the best you can be. Getting clear about how your life aligns with your values, talents and unique gifts is vital to your happiness. You need to know where you are in order to learn where you want to go.

You can clarify your current view by completing a review of eight life areas. Be honest with yourself about how happy are you with your profession, finances, health and overall well-being, primary relationships, personal development, spirituality, environment, hobbies, etc.

Two

Connect with Your Highest Vision – Where do you want to be?

Example: A client of mine, a yoga instructor, decided she was happy teaching but wanted to contribute to the world on a larger level. She wasn’t happy with the quality of the yoga clothing that was accessible to her and her fellow yogis. Her vision was to design and create fun, hip and timeless yoga clothes using eco-conscious fabrics.

You have to get really clear about what you want. It is crucial that you connect to your highest vision of yourself because you can’t create it unless you are clear about what it looks like. If you don’t have a vision of where you want to go or what you want to be, you will most likely NOT get there. To quote Henrietta Klauser, “If you have a connection to what you want, take the next step and write it down.” If you don’t have any idea about what you want, or how you want to be in life to bring about greater happiness, begin looking through magazines and create a Vision Board/Collage of what attracts you. You may also want to consider getting an outside perspective from a friend or a professional coach. I take my clients through a guided imagery that gives them a glimpse of what their future could look like. There are also books that can help guide you. Just get help assessing your talents, divine gifts and abilities and then determine how you want to use them more fully in the world. We can’t help others as fully, if we are not aware of how we can best serve. So instead of thinking of it as selfish to engage in knowing yourself better, I would suggest you consider it selfish to hold back and not be the best you can be. Only in this way, can we help the world and others.

Three

Create Inspiring Goals – How will you get there?

Example: My client created a tiered plan of what needed to happen step by step – outer goal. All of this was influenced by her inner goal of keeping a measured pace and a balanced life. Her goal was to enjoy the process.

You have to create a plan and take specific actions to get you from where you are now to where you want to be. When most people write goals, they just write a list of action steps, usually external actions. I believe it is more powerful to have inner and outer goals. An outer goal is what you want. For instance, you might think, “I want a new house”. An inner goal is more focused on the how. How will a new home benefit me and my family? Will it offer more common gathering areas, a larger kitchen so that we can cook together, etc.? How can I appreciate what I have now until I get this home? How can I make this a joyful experience rather than a stressful one? If you can not be grateful for what you have now, then when you get a new home, it will only create very short-term happiness for you. Then, you will be focused on the next external illusion of happiness. For 2008, I suggest taking at least three of the life areas I mentioned earlier and jot down how you couldbenefit from living your highest vision in each area. Next, add action steps toward your desired achievements along with completion dates.

Four

Clear Obstacles – How will you remove obstacles in your way?

We all have dreams and visions for our life, but frankly, there are many things that can get in the way. The two most common obstacles I see with my clients are:

The inability to say NO— In order to bridge the gap from your current view to your highest vision, you have to make room for what “Could Be”. If your life is full and you want to add more of the things that are truly important in your life, you should start the change process by making room first. You must say no to some things in your life, so you can say yes to what is most important. You have to give up the destructive habits, behaviors and activities to make room for new ones.

A metaphor would be a water hose watering a flowering plant. The water in the hose is your life force and the flowering plant is what you are trying to grow in your life. If the water hose has leaks, it will not have enough water or life force/energy to reach its desired outcome or vision (to grow the plant into full bloom).

Examples of leaks might include toxic friendships, unrealistic expectations, watching too much television, eating sugar, overspending, negative relational patterns with your spouse or working on an outdated job. Example: A client’s obstacle here was that her 8- year-old daughter needed caring for and she was afraid she wouldn’t be able to be a good mother plus jumpstart a successful, new business. We remedied this issue by getting clear on the proper definition of a good mother. Also, practically speaking, she needed help picking up her daughter from school. So she got her husband to assist her in this area so she would have time to create this new business.

Negative self-talk—Research shows we have approximately 50,000 internal messages we say to ourselves daily. We are constantly walking around having conversations with ourselves. And it is what we say that makes all the difference in the overall quality of our lives.

Example: I was once in Starbucks, and I watched this woman spill her coffee while reaching for a sugar packet and I heard her say out loud, “I’m so stupid. I can’t believe I did that.”

Now, I just happen to hear her, but this is an example of something you might say internally as well. You might think, “No big deal. I say things like this to myself all the time.” Well, IT IS A BIG DEAL as our subconscious hears these messages and acts on them as if they were real. Don’t say anything to yourself that you wouldn’t want someone else saying to you.

Think of self-talk like mental fuel. Now, imagine filling your car with dirty water. We all know you wouldn’t get very far. Now, take that same car and fill it with high quality gasoline. You’ll most likely reach your destination. It is the same with people and the words we use. If the words are negative and toxic, we will sputter along with low energy and our performance suffers. If our words are positive and tender, we will feel confident, energized, encouraged and will most likely meet our goals faster and easier. Here are some key things to remember if you ever find yourself preparing to board the train of BAD self-talk:

B– stands for belittling self-talk. Stop telling yourself, “I am not good enough.” If your dream is to have a healthy self-confidence, which of the following examples is more likely to get your there:

A. “I’m so stupid. I can’t believe I did that.”

B. “Whoops, mistakes happen.”

Can you see how the Answer B is much kinder?

A – stands for awfulizing. Stop predicting a future filled with gloom and doom, and dwelling on scary thoughts. If you dream of obtaining a career you love, which of the following will move you closer to your vision:

A. “I did terribly on my interview, I’ll never find a job I like.”

B. “I will answer that question on past employment differently next time and I will ace it! I know I will one day have the job I love.” Can you see how Answer B places you in the mindset of a successful job search?

D – stands for deceiving. This is when you deceive yourself into thinking you are a victim, and that other people are to blame for your circumstances. If we want a happy relationship which will of the below responses will aid in achieving this goal:

A. “If my spouse would only do more around the house, then I would be happy.”

B. “I can and will choose happiness today, no matter what my spouse does.” Answer B is the right choice, wouldn’t you agree?

S – stands for shoulding – This is when you give yourself a lot of shoulds, musts, and ought tos, then beat yourself up for not living up to unrealistic standards. Say your dream is to be in top physical condition, which will further that:

A. “I should have eaten a salad for lunch instead of that big ol’ hamburger. I’m such a pig!”

B. “I could have eaten a salad, but I chose not to. Tomorrow I will make healthier choices.” The second choice is so much more inspiring, don’t you think?

Five

Commit to Action – Are you willing to do what it takes?

The final step of the 5 C Process is to commit to action. How many times have we all made plans and never carried them out, or started off excited and lost motivation? No one ever does anything great alone. We all need encouragement and support from others including an accountability partner who is willing to help hold the vision of the person you want to be. In the previous example of my client, her biggest negative self-talk was how to be a good mom and a good business woman. Her thoughts were, “If I don’t pick up my child every day from school, I am a bad mother.” Instead, we replaced it with, “Picking up my child from school daily is not what makes me a good mother. I am, indeed, a fabulous mother.”

Here are the four action steps that have been proven to help you eliminate your negative self talk:

• Become aware of your negative messages –listen to voice in head

• Stop! You have to stop immediately if you find yourself dwelling on any negative thoughts

• Replace negative thoughts with a kinder alternatives

• Practice. It takes a commitment of time in order to turn a pattern of negative thinking into a more positive train of thought.

This interview was referenced by http://www.chinika.com. To learn more about Michele’s 5 C Process and her upcoming seminars, please call 214 -823-LIFE ( 5433), or visit her Web site at http://www.michelewahlder.com Once there, you will also be able to download a free workbook containing strategies on how to obtain a positive outlook on life.

26 June 2008

You don't still use a screen saver, do you?

By Don Willmott , Forecast Earth Correspondent

I'm happy that at this stage in my career I often find myself writingarticles about energy-efficient ways to use computers, peripherals,gadgets, and consumer electronics. It makes me feel so, you know,virtuous.

Whenever I crank out a list of helpful hints, one of the first items Iinclude is this obvious but often overlooked gem of advice: Kill yourstupid screen saver. In the good old days of tube monitors, screensavers such as those unforgettable flying toasters were invented toprevent burn-in, a permanent shadow branded into the phosphors of yourmonitor by a static image of, say, a spreadsheet that you left on yourscreen all weekend.

Well, flat-screen LCD monitors don't burn in, so if you still haveflying toasters or an endlessly looping slide show of your adorableniece and nephew, you're behind the times. When you're not sitting infront of your monitor it should be off off off.

It warmed my heart to read at Green Daily that Telstra, the biggestphone company in Australia, has removed all the corporate screensavers from the 36,000 computers in its offices. What will happen? Thechange will cut tons of CO2, which they claim will be the equivalentof taking 140 cars off the road for a year. Good on ya, mate. FollowTelstra's example. Let your flying toasters crash and burn.

Don Willmott's blog posts are provided by LifeWire, a part of The NewYork Times Company.

25 June 2008

LIFE STYLE AND HEALTHY LIFE STYLE, CHALLENGE OF HEALTH PROMOTION IN INDONESIA

LIFE STYLE AND HEALTHY LIFE STYLE, CHALLENGE OF HEALTH PROMOTION IN INDONESIA

Penulis: Ari W.

Life style and healthy life style, nowadays is sexy vocabulary, becoming sale of which in demand beloved. Nowadays, industrial world of paper media and electronic there are many merchandises on the market which behalf of life style and healthy life style. Moreover, become an obligation by all practitioners of marketing and advertisement to know life style of all consumers, satisfied or altered by life style and healthy life style of them. It is existence of industrial world nowadays, and we snared depth, as fish in fish trap. There is no help for it, which is civilization anathema. In addition, every life style - healthy or not healthy - which we experience consciousness and unconscious, there is fare in it; there is price to be paid - pre or post of - that style. So, properly become together apprehension.

About that life style

There are various understanding concerning life style, depended where from we are importance see. Like marketing, for this people, difference or equality among age, residence, tribe, religion, national and nationality, education level, income level, was not yet depict nothing. That newly demographic category or replied "who is our consumer". However, for market sniper, there is more important, that is what led by existing them (segmentation of psychograph) - what they buy and where they earn to be reached. What is there led them, that one of the modern market segmentation way. What is there led by consumer is AIO (A=Activity, I=Interest, O=Opinion). Result of AIO this is so-called life style, which in understanding of marketing: Life style is how someone pass the time and money matter. Knowing this means know what can be sold to them, where, or way of how they earn to be reached.More detail about this article can read in so many references, such as “Membidik Pasar Indonesia - Rhenald Kasali, Gramedia Jakarta 2001”.Description in this article just only simply comparison between understanding and life style analysis from of health side or Healthy Life Style.

Life style - from eyesight of health

In health promotion glossary (WHO 1998), formulated understanding as following:Lifestyle is a way of living based on identifiable patterns of behavior that are determined by the interplay between and individual's persona characteristics, social interactions, and socioeconomic and environmental living condition.

Behavioral patterns will always differ in environment or situation of social different, and always change, nothing that remains to (fixed). Individual life style, which is characteristically with individual behavior pattern, will give impact at individual's health and then at other's health. In "health" someone's life style can altered by individual enable to be changing his life style, but not only change at just individual, but also change environment of social life condition and influencing behavioral pattern of him.Have to realize that there no standard rule order concerning life style, which is "same and compatible" which across the board. Cultures, earnings, family structure, age, physical ability, house environment and workplace environment, was creating various "style" and more interesting life condition, can be applied and accepted.

Same weapon: different aim

All marketer see life styles with analysis of AIO, for the purpose of so that precisely in penetration of service and goods which on the market.All health promotions see life style with analysis of AIO, in order to be more recognizing society and can develop healthy life style promotion that orient to society or client.The difference with all marketers is, all promoters compare life style of society with health standard, change it when inappropriate.Then, what intention both of vision of life style by marketing side and promotion elaborated in this article? It is only one, enriching each other. We mutually agree to, in the case of life style, cause and appearance (matters able to identify) at everyone and group, sure differ. Activity (A), Interest (I) and Opinion (O) of each people are differing, so intervention even also has to differ.

And Vientiane has declaration

For example signing by Dr Achmad Sujudi, Minister for Public Health Indonesia, in Republic Laos 15 March 2002, in capital of Vientiane, was born Declaration of Vientiane concerning Healthy Life Style of ASEAN - sign by ten minister health of state of ASEAN. This Declaration interpretation life style as behavior practice and social practice supporting health and is reflection of value assess and spirit of society and group where resident live and spend most the lives of to fulfill economical life, social, and physical environment.So important healthy life style so that all health ministers specify vision "in the year 2000 all residents of ASEAN will go to healthy life style, as according to life value, culture and trust of ASEAN, in environment supporting".Here in after formulated by various priority area, depended of condition of health of each states.

Indonesia and healthy life style promotion challenge

In Indonesia given high priority at three areas that is: eating fruit and vegetable, physical activity and do not smoke. Third election of this area is based on tendency of change of disease pattern in Indonesia where disease of cardiovascular, metabolic and degenerative more and more mount, and role of life style very determine, ad for as unexpected factor and as mode therapy.Is not an academic abstract that require to be disputed again that lifestyle sedentary, low food of fiber, smoke habit, is cause of cardiovascular disease, obesity and followers disease, and various disease of degenerative and metabolic disease. In consequence, in prevention and handling of disease of this disease always started by “life style modification". That means health promotion and education. The challenge is can we follow life style promotion like life style promotion from industrial world. Health promotion during the time impress monotone, lose looks, less incessant, less fund, less provocative and suggestive, almost like bureaucrat public relation. However, one of the step defeat competitor (unhealthy life style bargain) is wearing sameness step. Health is life style do not desist at slogan of rhetoric only.

14 June 2008

Build Intellectual .... [Membangun Kekuatan Intelektual dengan Manajemen IQRA]

Oleh: ARDA DINATA
Email: arda.dinata@gmail.com

KEKUATAN intelektual bukanlah satu-satunya komponen yang mampu mengantarkan seseorang sukses dalam kehidupan. Namun demikian, keberadaan kekuatan intelektual pada diri seseorang sangat dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan di dunia dan sebagai bekal hidup di akhirat.

Dalam hidup ini, paling tidak ada empat kekuatan yang harus dibangun untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia yang produktif, yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, “kecerdasan” fisik, dan kekuatan intelektual.

Berkait dengan kekuatan intelektual seseorang, menurut B.S. Wibowo, dkk. (2002: 75), dapat dilihat dari segi kemampuan berpikir yang logis, analisis, kreatif, dan inovatif. Lebih jauh, diungkapkan bahwa kegiatan intelektual adalah aktivitas otak manusia yang secara sadar melakukan proses berpikir ilmiah dengan mengacu pada struktur pengkajian ilmiah. Yaitu meliputi pengkajian masalah, menyususn kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis, membuat metodologi penelitian, memperoleh hasil penelitian dan membuat kesimpulan.

Jadi, proses berpikir ini memiliki peran yang penting dalam membangun kehidupan tiap manusia. Bukankah ilmu itu lahir karena manusia diberkahi Sang Pencipta suatu sifat ingin tahu? Keberadaan rasa ingin tahu inilah yang sebenarnya menjadikan kegiatan berpikir itu muncul pada diri seseorang.

Pemikiran atau berpikir, menurut Thaha Jabir Alwani (1989), merupakan kata benda dari aktivitas akal yang ada dalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa kalbu, ruh atau dzihn, dengan pengamatan dan pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui, maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan antar sesuatu.

Dari pengertian tersebut, maka menurut penulis, wajar saja kalau ada orang yang mengatakan kalau berpikir itu adalah termasuk kedalam kategori bekerja cerdas. Jadi, kenapa Anda sekarang masih tidak mau berpikir tentang sesuatu hal yang bermanfaat bagi kekuatan intelektual Anda?

Manajemen IQRA

Kecerdasan seseorang itu tidak tercipta begitu saja. Tapi, ia merupakan “proses belajar” yang simultan dari ketekunan dan kemauan seseorang. Karena semua ketrampilan (termasuk kekuatan intelektual) untuk memecahkan suatu masalah, pada dasarnya tidak akan membantu jika Anda tidak memiliki kemauan.

Imam Ali ra pernah berkata: “Ilmu adalah harta dalam kotak perbendaharaan, kunci pembukanya adalah pertanyaan.” Sementara itu, Ibnu Abbas pernah ditanya salah seorang sahabatnya, “Bagaimana Anda dapat sedemikian pintar?” Jawab Ibnu Abbas: “Dengan akal yang gemar berpikir dan lidah yang gemar bertanya.”

Untuk itu, biasakan diri kita bertanya tentang sesuatu, sebab bertanya adalah tanda mengerti. Apalagi bagi para pelajar, kebiasaan bertanya ini memiliki peran yang penting dalam membangun sukses belajar. Dan bukankah, untuk bisa mengerti itu kita harus selalu belajar? Memang belajar mengajukan sebuah pertanyaan itu dapat mendatangkan perasaan malu sesaat, tetapi tidak bertanya dan tetap dungu akan malu seumur hidup. Jadi, “bertanyalah” selalu dalam belajar.

Di sini, agar kegiatan belajar kita dapat menghasilkan sesuatu yang maksimal dan sukses, tentu harus ada strategi yang mesti dipersiapkan. Salah satu strategi yang dapat menjadi model belajar kita agar sukses adalah melalui manajemen IQRA (inquiry, question, repeat, dan action).

Manajemen adalah suatu tindakan mengendalikan, kecakapan dalam menjuruskan administrasi. Yakni administrasi terhadap model belajar yang akan kita lakukan sehari-hari. Model belajar IQRA ini, seperti diungkap B.S. Wibowo, memiliki kegiatannya sendiri-sendiri.

Pertama, inquiry. Model belajar inquiry adalah belajar mandiri dengan menggali dari apa yang kita lihat, dengar, baca, perhatikan, alami, rasakan. Selalu mengadakan penyelidikan atau menerapkan total tarbiyah dzatiyah. Dengan demikian, hendaknya setiap mutarabbi selalu mandiri dalam mencari kebenaran, secara aktif mencari informasi untuk menjawab rasa ingin tahu yang timbul dalam dirinya.

Kedua, question. Model belajar yang tumbuh dari dalam diri, memenuhi rasa ingin tahu. Melakukan konfirmasi, membuat hipotesa, terus bertanya dalam memenuhi dan menciptakan kebutuhan. Ingat, ada sebuah hadis yang mengatakan ilmu itu perbendaharaan, sedangkan kuncinya adalah pertanyaan.

Ketiga, repeat. Model yang paling baik dalam belajar yaitu dengan melakukan review terhadap apa yang telah diterima. Hal ini agar data dari memori jangka pendek dapat bertahan ke jangka panjang, menguatkan memori, membuat mapping. Nabi Adam, setelah diajarkan Allah nama-nama benda, kemudian disuruh me-recall seluruh informasi yang telah diterima dengan menyampaikan kepada malaikat dan jin. Sebaiknya, setelah menerima materi, setiap mutarabbi tidak langsung membuang atau menyimpan catatannya, usahakan mengulangi barang sebentar dan menajamkan kembali dengan kata-katanya sendiri.

Keempat, action. Puncak belajar adalah amal, diperlukan aplikasi terhadap apa yang telah kita pahami. Amal adalah buah ilmu. Dengan penerapan amal maka kita akan kembali menemukan ilmu baru. Ingat, puncak ilmu adalah amal. Dengan amal maka kita akan melakukan sintesa antara teori dengan aplikasi, inilah puncak ilmu.

Akhirnya, untuk menghasilkan kekuatan intelektual dikalangan para pelajar, melalui penerapan konsep manajemen IQRA agar “sempurna”, maka setiap kita hendaknya melakukannya dengan menerapkan perilaku FIKIR dan DZIKIR. Yakni belajar dengan fun (belajar dengan senang), ijthiad (belajar dengan berpikir), konsep (belajar dengan mengumpulkan konsep, rumusan, model, pola, dan teknik), imajinasi (belajar membangun imajinasi untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru), rapi (dengan ketrampilan manajemen dan organisasi dalam belajar). Dan jangan lupa lakukan juga dzikir (doa, ziarah, iman, komitmen, ikrar, dan realitas). Wallahu’alam.***

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.